Menarik jika melihat orang yang tidak pernah
sekolah tapi dia paham dengan nominal uang. Ternyata walaupun tidak
bersekolah banyak yang mengetahui tentang uang. Ini membuktikan duit
membuat orang pintar, minimal pintar tentang uang. Orang tidak sekolah
juga pintar mencari uang. Sampai ada yang bilang “untuk apa sekolah,
menghabiskan uang saja”, ada juga yang bilang “untuk apa sekolah, tidak
bikin kaya”. Memang ada yang bilang tidak ada kaitannya antara kaya uang
dengan sekolah, karena banyak juga orang tidak bersekolah tapi kaya
uang. Tapi banyak juga orang putus sekolah karena uang.
Dalam kehidupan sosial uang menjadi
hal yang sangat penting, bahkan tanpa uang kehidupan seseorang akan
terasa sulit. Sebaliknya dengan adanya uang kehidupan seseorang akan
terasa mudah. Semua aspek kehidupan manusia tergantung dengan uang.
Tanpa adanya uang semua aspek kehidupan bisa mengalami kemacetan. Bahkan
dalam aspek ibadah pun memerlukan uang, misal untuk membangun
tempat-tempat ibadah, masjid, gereja, wihara, pura, kelenteng dan yang
lain-lain, semua membutuhkan uang untuk membeli material yang diperlukan
dalam pembangunan. Untuk memelihara kebersihan, keindahan dan
kenyamannya pun tergantung dengan uang.
Tidak hanya aspek pendidikan dan
ibadah saja yang membutuhkan uang. Aspek politik juga membutuhkan uang.
Dalam aspek politik, misalnya seseorang akan mencalonkan diri sebagai
anggota DPRD, pada Pemilu 2014 diperkirakan membutuhkan biaya berkisar Rp200 juta - Rp300 juta, bahkan bisa lebih. Untuk dana sosialisasi langsung, baliho, spanduk, stiker, kaos, kalau harus dengan money politic
tentunya akan lebih banyak memakan uang untuk dana pemenangan pemilu.
Biaya untuk mencalonkan diri menjadi pejabat sangatlah mahal, tidak
sedikit yang tidak sabar mengembalikan modal, mereka mengambil jalan
pintas dengan korupsi.
Tidak dapat dipungkiri semua orang butuh dengan uang. Sampai Alam bernyanyi tentang duit,
“Waduh kemana duit ya
Aku kangen nih
Duit duit kesini dong aku mau duit
Duit kesini dong kekasihku minta duit
Ema dan bapakku lagi perlu duit
Tetanggaku semua lagi butuh duit
Bagi duit
Bagi duit
Jangan Pelit
Bagi duit
Duit…….
Duit duit yang namanya duit yo..
Duit duit duit semua butuh duit
Dicari cari setiap hari
Ditunggu tunggu setiap minggu
Bahkan dinantikan setiap bulan gajihan
Duit duit aku perlu duit
Duit duit semua orang butuh duit
Duit dompet berduit
Sudah pasti yang cantik cantik pada melirik
Duit dompet berduit
Sudah pasti yang cantik cantik pada melirik
Di jakarta mencari duit
Di kampung juga cari duit
duit duit aku perlu duit
Duit duit semua butuh duit
Dari lirik lagu di atas dapat
dilihat kalau semua orang butuh uang, kehadiran uang sangat dirindukan.
Dimana-mana orang mencari uang, di kota maupun di desa. Jadi, bisa juga
disebut uang sebagai kebutuhan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Tinggal
manusianya saja, merasa cukup atau tidak. Bersyukur atau tidak. Kalau
masih belum bersyukur, berapapun banyaknya uang maka akan selalu merasa
kurang terus. Bisa jadi karena merasa banyak uang pengeluaran juga
banyak, semuanya pengin dibeli, semuanya pengin dimiliki. Akhirnya
selalu merasa kekurangan uang, dan bisa mengurangi kebahagiaan, walaupun
seberapapun banyaknya uang yang dimiliki. Tapi jika selalu bersyukur
maka akan merasa cukup atau pas, dan suatu saat Insyaallah Allah akan
menambahkan nikmat-Nya.
Selain sebagai kebutuhan hidup
untuk memenuh segala yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, juga ada
orang yang menjadikan uang sebagai kebutuhan hidup. Dalam bukunya yang
berjudul Islam:Keseimbangan Rasionalitas, Moralitas dan Spiritualitas (2005:115),
Musa Asy’arie menulis jika uang sebagai tujuan, maka orang di dunia ini
akan saling mengejar dan memperebutkan uang sebanyak-banyaknya dengan
cara apapun, saling menjatuhkan bahkan melalui cara-cara yang tidak
dibenarkan oleh moral dan hukum, seperti merampok, mencuri, korupsi dan
membunuh hanya untuk mendapatkan uang, karena uang telah menjadi tujuan
hidupnya.
Sampai seolah-olah menjadikan uang
sebagai Tuhan dan dipertaruhkan oleh semua orang. Tidak pandang bulu tua
maupun muda, pejabat maupun rakyat jelata, dari suku dan agama yang
manapun semuanya butuh uang. Kalau sudah sampai mempertuhankan uang,
maka segala cara akan digunakan untuk mendapatkannya. Halal haram
pokoknya hantam saja. Bahkan ada yang sampai “memperjualbelikan” agama,
pindah agama karena kemiskinan, memperjualbelikan ayat-ayat, mencari
sumbangan atas nama agama untuk membangun tempat ibadah, padahal tidak
dipakai untuk membangun tempat ibadah malah masuk kantong sendiri.
Jika uang sudah dipertuhankan
ataupun telah menjadi motif suatu agama, maka terjadilah proses
pendangkalan agama. Agama sama sekali tidak lagi berdaya sebagai
kekuatan moralitas, untuk mencagah kemungkaran dan mendorong kesalihan
(Musa Asy’arie, 2005:115).
Dalam berbangsa dan bernegara,
orang yang menjadikan uang sebagai tujuan atau bahkan mempertuhankan
uang. Maka mereka akan rela menjual bangsanya sendiri dengan harga
murah. Mereka tega mengusir bahkan menjual rakyatnya sendiri. Mereka
rela menjadi antek asing yang terus akan menjajah bangsanya. Korupsi,
suap-menyuap dan aksi tipu-tipu pun dilancarkan. Pokoknya apapun itu
yang bisa jadi uang dilakukannya, asal perut kenyang, masa bodoh dangan
rakyat yang sengsara berkepanjangan.
Jika uang sudah menjadi ukuran
segala-galanya, maka akan merusak tatanan kemanusiaan. Uang yang awalnya
diciptakan oleh manusia, tapi manusia tersebut malah terjebak dan
terjerat oleh ciptaannya sendiri. Sehingga tidak ada yang mampu keluar
dari jeratan tersebut, karena manusia membutuhkan uang, bahkan
memujanya, menjadikan uang sebagai tujuan hidupnya, bahkan
mempertuhankannya. Akhirnya manusia hanya dihargai seharga uangnya.
Sekarang tergantung kita masing-masing, bagaimana kita memandang uang? Sebagai kebutuhan atau sebagai tujuan hidup?
Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/24/uang-tujuan-hidup-atau-kebutuhan-hidup-568037.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar